Cerita Gaib - Asal Usul Sunan Kalijaga
Cerita Gaib - Putra Adipati Tuban ialah Tumenggung Wilatikta, Tumenggung Wilatikta sering kali disebut Raden Sahur, walau dia termasuk keturunan Ranggalawe yang beragama Hindu namun Raden Sahur sendiri sudah masuk agama Islam.
Sejak kecil Raden Said sudah diperkenalkan kepada agama Islam oleh guru agama Kadipaten Tuban, tapi karena melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak, gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak, mana kala melihat pratek okmum pejabat kadipaten Tuban pada saat menarik pajak kepada penduduk atau rakyat jelata.
Rakyat pada waktu itu sudah amat menderita dikarenakan adanya musim kemarau panjang, semakin sengsara, mereka yang harus membayar pajak yang kadang kala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, bahkan jauh dari kemampuan mereka, seringkali jatah mereka untuk persediaan untuk menghadapi musim panen berikutnya sudah disita para penarik pajak, Raden Said yang mengetahui hal tersebut pernah mengajukan pertanyaan yang menggajal dihatinya, suatu hari Raden Said menghadap ayahandanya.
"Rama Adipati, rakyat tahun ini sudah semakin sengsara karena panen banyak yang gagal," kata Raden Said, "kenapa pundak mereka yang masih harus dibebani dengan pajak yang mencekik leher mereka, apakah hati nurani Rama tidak merasa kasihan atas penderitaan mereka?"
Adipati Wilatikta pun menatap tajam kearah putranya, sesaat kemudian dia menghela nafas panjang dan kemudian mengeluarkan suara, "Said anakku, saat ini pemerintah pusat Majapahit sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk melangsungkan roda pemerintahan, saya ini hanyalah seorang bawahan sang Prabu, apa dayaku menolak tugas yang dibebani kepada saya, bukan hanya Kadipaten Tuban yang diwajibkan membayar upeti lebih banyak dari tahun-tahun lalu, Kadipati lainnya juga memperoleh tugas yang sama."
"Tapi, kenapa harus rakyat yang menjadi korban," Sahut Raden Said, namun Raden Said tidak melanjutkan ucapannya, dilihatnya saat itu wajah ayahandanya berubah menjadi merah padam pertanda hatinya sedang ersinggung atau naik pitam, baru kali ini Raden Said membuat ayahandanya marah, hal yang selama hidup tidak pernah dilakukannya.
Raden Saih pun tahu diri, sambil bersungut-sungut dia merunduk dan mengundurkan diri dari hadapan ayahandanya yang sedang marah, ya, Raden Said tidak perlu meneruskan pertanyaan, karena dia sudah bisa menjawabnya sendiri, Majapahit sedang membutuhkan dana besar karena negeri itu sering menghadapi kekacauan, baik memadamkan pemberontak mau pun terjadinya perang saudara.
Walau pun Raden Said putra seorang bangsawan dia lebih gemar bergaul dengan rakyat jelataatau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah sampai yang paling atas, malah karena pergaulannya yang super itulah dia banyak mengetahui selukbeluk kehidupan rakyat Tuban, niat untuk mengurangi penderitaan rakyat sudah disampaikan kepada ayahandanya, namun, agaknya ayahandanya tidak bisa berbuat banyak, dia cukup memahaminya juga posisi ayahandanya menjadi Adipati bawahan Majapahit, namun niat tersebut tidak pernah padam,
Jika malam-malam sebelumnya dia sering berada di dalam kamarnya sembari mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, maka sekarang dia keluar rumah, di saat penjaga gudang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan kepada Majapahit, bahkan makan itu dibagi-bagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkannya.
Tentu saja rakyat yang tidak tahu apa-apa itu menjadi kaget bercampuran girang menerima rezeki yang tidak diduga-duga, walau pun mereka tidak pernah tahu siapa gerangan yang memberikan rezeki tersebut, karenanya Raden Said melakukannya di malam hari secara sembunyi-sembunyi.
Bukan hanya rakyat yang terkejut atas rezeki yang seakan turun dari langit itu, penjaga gudang Kadipaten juga merada terkejut, hatinya kebat-kebit, soalnya makin hari barang-barang yang hendak disetor ke pusat kerajaan Majapahit tersebut makin berkurang, dia ingin mengetahui siapakah pencuri barang hasil bumi di dalam gudang tersebut, suatu malam dia sengaja mengintip dari kejauhan, dari balik sebuah rumah, tidak jauh dari gudang Kadipaten, Dugaannya benar, ada seseorang membuka pintu gudang, hampir tidak berkedip penjaga gudang tersebut memperhatikan, pencuri tersebut, dia hampir tidak percaya, pencuri itu ialah Raden Said, putra junjungannya sendiri.
Untuk melaporkannya sendiri kepada Adipati Wilatikta dia tidak berani kuatir dianggap membuat fitnah, maka penjaga gudang tersebut hanya minta dua orang saksi dari sang Adipati untuk memergoki pencuri yang mengambil hasil bumi rakyat yang tersimpan di gudang, Raden Said tidak pernah menyangka bahwa malam itu perbuatannya bakal ketahuan, saat dia hendak keluar dari gudang sambil membawa bahan-bahan makanan, tiga orang prajurid Kadipaten menangkapnya beserta barang bukti yang dibawanya, Raden Said dibawa kehadapan ayahandanya.
"Sungguh memalukan sekali perbuatan kamu itu!" hardik Adipati Wilatikta, "kurang apakah aku ini, benarkah aku tidak menjamin kehidupanmu di istana Kadipaten ini? apakah aku pernah melarangnya untuk makan sekenyang-kenyangnya di istana ini? atau saya tidak pernah memberi kamu pakaian? kenapa kamu lakukan perbuatan tercela itu? Raden Siad tidak mengeluarkan suara, biarlah, bisik hatinya, biarlah orang tidak pernah tahu untuk apa barang-barang yang tersimpan di gudang Kadipaten tersebut saya ambil, biarlah ayahandaku tidak pernah tahu kepada siapa barang-barang tersebut saya berikan, Adipati Wilatikta semakin marah melihat sikap anaknya tersebut, Raden Said tidak menjawabnya untuk apakah dia mencuri barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke Majapahit itu.
Namun untuk itu Raden Said harus memperoleh hukuman, karena kejahatan mencuri tersebut baru pertama kali dilakukannya maka dia hanya memperoleh hukuman cambuk dua ratus kali pada tangannya, kemudian disekap selama beberapa hari, tidak boleh keluar rumah, jerahkan Raden atas hukuman yang sudah diterimanya? setelah keluar dari hukuman dia benar-benar keluar dari lingkungan Istana, tidak pernah pulang sehingga membuat cemas Ibu dan adiknya, apa yang dilakukan Raden Said selanjutnya? dia mengenakan topeng khusus, berpakaian serba hitam dan kemudian merampok harta orang-orang kaya di Kabupaten Tuban, terutama orang kaya yang pelit dan para pejabat Kadipaten yang curang, harta hasil rampokan itu pun diberikannya kepada fakir miskin dan orang-orang yang menderita lainnya, namun saat perbuatannya ini mencapai titik jenuh ada saja orang yang bermaksud mencelakainya.
Ada seorang pemimpin perampok sejati yang mengetahui aksi Raden Said menjarah harta penjabat kaya, kemudian pemimpin rampok tersebut mengenakan pakaian sama dengan pakaian Raden Said, bahkan juga mengenakan topeng seperti topeng Raden Said juga, pada suatu malam, Raden Said yang baru saja menyelesaikan Sholat Isya mendengar jerit tangis, para penduduk desa yang kampungnya sedang dijarah oleh para perampok, dia segera mendatangi tempat kejadian tersebut, begitu mengetahui kedatangan Raden Said, kawanan perampok itu segera berhamburan melarikan diri, tinggal pemimpin mereka yang sedang asyik memperkosa seorang gadis cantik, Raden Said mendobrak pintu rumah si gadis yang sedang diperkosa, di dalam sebuah kamar dia melihat seseorang berpakaian seperti dirinya, juga mengenakan topeng yang sana sedang berusaha mengenakan pakaiannya kembali, rupanya dia sudah selesai memperkosa gadis tersebut.
Raden Said berusaha menangkap perampok itu, tapi pemimpin rampok itu berhasil melarikan diri, mendadak terdengar suara kentongan di pukul bertalu-talu, penduduk dari kampung lain berdatangan ke tempat itu, pada saat itulah si gadis yang baru diperkosa oleh perampok tadi menghamburkan diri dan menangkap erat-erat tangan Raden Said, Raden Said pun menjadi panik dan kebingungan, para pemuda dari kampung lain menerobos dengan senjata terhunus, Raden Said ditangkap dan dibawa ke rumah kepala desa.
Kepala desa yang merada penasaran berusaha membuka topeng di wajah Raden Said, begitu mengetahui siapa orang dibalik topeng tersebut sang kepala desa menjadi terbungkam, sama sekali tidak disangkanya bahwa perampok topeng tersebut Raden Said dianggap perampok dan pemerkosa, si gadis yang diperkosa ialah bukti kuat dan saksi hidup atas kejadian itu, sang kepala desa masih berusaha menutup aib junjungannya, diam-diam dia membawa Raden Said ke Istana Kadipaten Tuban tanpa diketahui orang banyak, tentu saja sang Adipati menjadi murka, Sang Adipati yang selama ini selalu merasa sayang dan selalu membela anaknya kali ini juga naik pitam, Raden Said diusir dari wilayah Kadipaten Tuban.
"Pergi dari Kadipaten Tuban ini!" kau sudah mencoreng nama baik keluarga kamu sendiri! pergi! jangan kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding-dinding Istana Kadipaten Tuban ini dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang sering kamu baca di malam hari!" Sang Adipati Wilatikta pun sangat terpukul atas kejadian itu, Raden Said yang diharapkan bisa menggantikan kedudukannya selaku Adipati Tuban ternyata telah menutup kemungkinan kearah itu , Sirna sudah segala harapan sang Adipati, hanya ada satu orang yang tidak dapat mempercayai perbuatan Raden Said, ialah Dewi Rasawulan, adik Raden Said, Raden Said tersebut berjiwa bersih luhur dan sangat tidak mungkin melakukan perbuatan keji, hati siapa yang tidak akan hancur mengalami peristiwa seperti ini, Raden Said bermaksud menolong fakir miskin dan penduduk yang menderita namun akibatnya malah dia sendiri yang harus menelan derita, diusir dari Kadipaten Tuban.
Orang tua mana yang tidak terpukul batinnya mengetahui anak dambaan hati tiba-tiba berbuat jahat dan menghancurkan nama dan masa depannya sendiri, namun itulah peristiwa yang memang harus dialami oleh Raden Said, seandainya tidak ada fitnah seperti itu, barangkali Raden Said tidak bakal menjadi seorang ulama besar, seorang Wali yang dikagumi oleh seluruh penduduk Tanah Jawa, Raden Said betul-ebtul meninggalkan Kadipaten Tuban.
Dewi Rasawulan yang sangat menyayangi kakaknya itu merasa kasihan, tanpa sepengetahuan ayahanda dan ibunya dia meninggalkan Istana Kadipaten Tuban untuk mencari Raden Said untuk diajak pulang, tentu saja sang ayah dan ibu kelabakan mengetahui hal ini, segera saja diperintahkan puluhan prajurit Tuban untuk mencari Dewi Rasawulan tidak pernah ditemukan oleh mereka.
Di dalam Babad Tanah Jawa dikisahkan Bahwa Dewi Rasawulan pada akhirnya telah ditemukan oleh Empu Supa, seorang Tumenggung Majapahit yang menjadi murid Sunan Kalijaga, Dewi Rasawulan kemudian dijodohkan dengan Empu Supa, dan kembali ke Tuban bersama-sama dengan diantar oleh Sunan Kalijaga yang tidak lain ialah Raden Said sendiri.
Demikian artikel dari Cerita Gaib - Asal Usul Sunan Kalijaga, Saya tutup sampai disini, dan juga silahkan di ikuti pada Cerita Gaib kami yang lainnya dan tentunya tidak kalah menarik untuk di ikuti.
Sejak kecil Raden Said sudah diperkenalkan kepada agama Islam oleh guru agama Kadipaten Tuban, tapi karena melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang kontradiksi dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak, gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak, mana kala melihat pratek okmum pejabat kadipaten Tuban pada saat menarik pajak kepada penduduk atau rakyat jelata.
Rakyat pada waktu itu sudah amat menderita dikarenakan adanya musim kemarau panjang, semakin sengsara, mereka yang harus membayar pajak yang kadang kala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, bahkan jauh dari kemampuan mereka, seringkali jatah mereka untuk persediaan untuk menghadapi musim panen berikutnya sudah disita para penarik pajak, Raden Said yang mengetahui hal tersebut pernah mengajukan pertanyaan yang menggajal dihatinya, suatu hari Raden Said menghadap ayahandanya.
"Rama Adipati, rakyat tahun ini sudah semakin sengsara karena panen banyak yang gagal," kata Raden Said, "kenapa pundak mereka yang masih harus dibebani dengan pajak yang mencekik leher mereka, apakah hati nurani Rama tidak merasa kasihan atas penderitaan mereka?"
Adipati Wilatikta pun menatap tajam kearah putranya, sesaat kemudian dia menghela nafas panjang dan kemudian mengeluarkan suara, "Said anakku, saat ini pemerintah pusat Majapahit sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk melangsungkan roda pemerintahan, saya ini hanyalah seorang bawahan sang Prabu, apa dayaku menolak tugas yang dibebani kepada saya, bukan hanya Kadipaten Tuban yang diwajibkan membayar upeti lebih banyak dari tahun-tahun lalu, Kadipati lainnya juga memperoleh tugas yang sama."
"Tapi, kenapa harus rakyat yang menjadi korban," Sahut Raden Said, namun Raden Said tidak melanjutkan ucapannya, dilihatnya saat itu wajah ayahandanya berubah menjadi merah padam pertanda hatinya sedang ersinggung atau naik pitam, baru kali ini Raden Said membuat ayahandanya marah, hal yang selama hidup tidak pernah dilakukannya.
Raden Saih pun tahu diri, sambil bersungut-sungut dia merunduk dan mengundurkan diri dari hadapan ayahandanya yang sedang marah, ya, Raden Said tidak perlu meneruskan pertanyaan, karena dia sudah bisa menjawabnya sendiri, Majapahit sedang membutuhkan dana besar karena negeri itu sering menghadapi kekacauan, baik memadamkan pemberontak mau pun terjadinya perang saudara.
Walau pun Raden Said putra seorang bangsawan dia lebih gemar bergaul dengan rakyat jelataatau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah sampai yang paling atas, malah karena pergaulannya yang super itulah dia banyak mengetahui selukbeluk kehidupan rakyat Tuban, niat untuk mengurangi penderitaan rakyat sudah disampaikan kepada ayahandanya, namun, agaknya ayahandanya tidak bisa berbuat banyak, dia cukup memahaminya juga posisi ayahandanya menjadi Adipati bawahan Majapahit, namun niat tersebut tidak pernah padam,
Jika malam-malam sebelumnya dia sering berada di dalam kamarnya sembari mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, maka sekarang dia keluar rumah, di saat penjaga gudang Kadipaten tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan kepada Majapahit, bahkan makan itu dibagi-bagikan kepada rakyat yang sangat membutuhkannya.
Tentu saja rakyat yang tidak tahu apa-apa itu menjadi kaget bercampuran girang menerima rezeki yang tidak diduga-duga, walau pun mereka tidak pernah tahu siapa gerangan yang memberikan rezeki tersebut, karenanya Raden Said melakukannya di malam hari secara sembunyi-sembunyi.
Bukan hanya rakyat yang terkejut atas rezeki yang seakan turun dari langit itu, penjaga gudang Kadipaten juga merada terkejut, hatinya kebat-kebit, soalnya makin hari barang-barang yang hendak disetor ke pusat kerajaan Majapahit tersebut makin berkurang, dia ingin mengetahui siapakah pencuri barang hasil bumi di dalam gudang tersebut, suatu malam dia sengaja mengintip dari kejauhan, dari balik sebuah rumah, tidak jauh dari gudang Kadipaten, Dugaannya benar, ada seseorang membuka pintu gudang, hampir tidak berkedip penjaga gudang tersebut memperhatikan, pencuri tersebut, dia hampir tidak percaya, pencuri itu ialah Raden Said, putra junjungannya sendiri.
Untuk melaporkannya sendiri kepada Adipati Wilatikta dia tidak berani kuatir dianggap membuat fitnah, maka penjaga gudang tersebut hanya minta dua orang saksi dari sang Adipati untuk memergoki pencuri yang mengambil hasil bumi rakyat yang tersimpan di gudang, Raden Said tidak pernah menyangka bahwa malam itu perbuatannya bakal ketahuan, saat dia hendak keluar dari gudang sambil membawa bahan-bahan makanan, tiga orang prajurid Kadipaten menangkapnya beserta barang bukti yang dibawanya, Raden Said dibawa kehadapan ayahandanya.
"Sungguh memalukan sekali perbuatan kamu itu!" hardik Adipati Wilatikta, "kurang apakah aku ini, benarkah aku tidak menjamin kehidupanmu di istana Kadipaten ini? apakah aku pernah melarangnya untuk makan sekenyang-kenyangnya di istana ini? atau saya tidak pernah memberi kamu pakaian? kenapa kamu lakukan perbuatan tercela itu? Raden Siad tidak mengeluarkan suara, biarlah, bisik hatinya, biarlah orang tidak pernah tahu untuk apa barang-barang yang tersimpan di gudang Kadipaten tersebut saya ambil, biarlah ayahandaku tidak pernah tahu kepada siapa barang-barang tersebut saya berikan, Adipati Wilatikta semakin marah melihat sikap anaknya tersebut, Raden Said tidak menjawabnya untuk apakah dia mencuri barang-barang hasil bumi yang hendak disetorkan ke Majapahit itu.
Namun untuk itu Raden Said harus memperoleh hukuman, karena kejahatan mencuri tersebut baru pertama kali dilakukannya maka dia hanya memperoleh hukuman cambuk dua ratus kali pada tangannya, kemudian disekap selama beberapa hari, tidak boleh keluar rumah, jerahkan Raden atas hukuman yang sudah diterimanya? setelah keluar dari hukuman dia benar-benar keluar dari lingkungan Istana, tidak pernah pulang sehingga membuat cemas Ibu dan adiknya, apa yang dilakukan Raden Said selanjutnya? dia mengenakan topeng khusus, berpakaian serba hitam dan kemudian merampok harta orang-orang kaya di Kabupaten Tuban, terutama orang kaya yang pelit dan para pejabat Kadipaten yang curang, harta hasil rampokan itu pun diberikannya kepada fakir miskin dan orang-orang yang menderita lainnya, namun saat perbuatannya ini mencapai titik jenuh ada saja orang yang bermaksud mencelakainya.
Ada seorang pemimpin perampok sejati yang mengetahui aksi Raden Said menjarah harta penjabat kaya, kemudian pemimpin rampok tersebut mengenakan pakaian sama dengan pakaian Raden Said, bahkan juga mengenakan topeng seperti topeng Raden Said juga, pada suatu malam, Raden Said yang baru saja menyelesaikan Sholat Isya mendengar jerit tangis, para penduduk desa yang kampungnya sedang dijarah oleh para perampok, dia segera mendatangi tempat kejadian tersebut, begitu mengetahui kedatangan Raden Said, kawanan perampok itu segera berhamburan melarikan diri, tinggal pemimpin mereka yang sedang asyik memperkosa seorang gadis cantik, Raden Said mendobrak pintu rumah si gadis yang sedang diperkosa, di dalam sebuah kamar dia melihat seseorang berpakaian seperti dirinya, juga mengenakan topeng yang sana sedang berusaha mengenakan pakaiannya kembali, rupanya dia sudah selesai memperkosa gadis tersebut.
Raden Said berusaha menangkap perampok itu, tapi pemimpin rampok itu berhasil melarikan diri, mendadak terdengar suara kentongan di pukul bertalu-talu, penduduk dari kampung lain berdatangan ke tempat itu, pada saat itulah si gadis yang baru diperkosa oleh perampok tadi menghamburkan diri dan menangkap erat-erat tangan Raden Said, Raden Said pun menjadi panik dan kebingungan, para pemuda dari kampung lain menerobos dengan senjata terhunus, Raden Said ditangkap dan dibawa ke rumah kepala desa.
Kepala desa yang merada penasaran berusaha membuka topeng di wajah Raden Said, begitu mengetahui siapa orang dibalik topeng tersebut sang kepala desa menjadi terbungkam, sama sekali tidak disangkanya bahwa perampok topeng tersebut Raden Said dianggap perampok dan pemerkosa, si gadis yang diperkosa ialah bukti kuat dan saksi hidup atas kejadian itu, sang kepala desa masih berusaha menutup aib junjungannya, diam-diam dia membawa Raden Said ke Istana Kadipaten Tuban tanpa diketahui orang banyak, tentu saja sang Adipati menjadi murka, Sang Adipati yang selama ini selalu merasa sayang dan selalu membela anaknya kali ini juga naik pitam, Raden Said diusir dari wilayah Kadipaten Tuban.
"Pergi dari Kadipaten Tuban ini!" kau sudah mencoreng nama baik keluarga kamu sendiri! pergi! jangan kembali sebelum kau dapat menggetarkan dinding-dinding Istana Kadipaten Tuban ini dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang sering kamu baca di malam hari!" Sang Adipati Wilatikta pun sangat terpukul atas kejadian itu, Raden Said yang diharapkan bisa menggantikan kedudukannya selaku Adipati Tuban ternyata telah menutup kemungkinan kearah itu , Sirna sudah segala harapan sang Adipati, hanya ada satu orang yang tidak dapat mempercayai perbuatan Raden Said, ialah Dewi Rasawulan, adik Raden Said, Raden Said tersebut berjiwa bersih luhur dan sangat tidak mungkin melakukan perbuatan keji, hati siapa yang tidak akan hancur mengalami peristiwa seperti ini, Raden Said bermaksud menolong fakir miskin dan penduduk yang menderita namun akibatnya malah dia sendiri yang harus menelan derita, diusir dari Kadipaten Tuban.
Orang tua mana yang tidak terpukul batinnya mengetahui anak dambaan hati tiba-tiba berbuat jahat dan menghancurkan nama dan masa depannya sendiri, namun itulah peristiwa yang memang harus dialami oleh Raden Said, seandainya tidak ada fitnah seperti itu, barangkali Raden Said tidak bakal menjadi seorang ulama besar, seorang Wali yang dikagumi oleh seluruh penduduk Tanah Jawa, Raden Said betul-ebtul meninggalkan Kadipaten Tuban.
Dewi Rasawulan yang sangat menyayangi kakaknya itu merasa kasihan, tanpa sepengetahuan ayahanda dan ibunya dia meninggalkan Istana Kadipaten Tuban untuk mencari Raden Said untuk diajak pulang, tentu saja sang ayah dan ibu kelabakan mengetahui hal ini, segera saja diperintahkan puluhan prajurit Tuban untuk mencari Dewi Rasawulan tidak pernah ditemukan oleh mereka.
Di dalam Babad Tanah Jawa dikisahkan Bahwa Dewi Rasawulan pada akhirnya telah ditemukan oleh Empu Supa, seorang Tumenggung Majapahit yang menjadi murid Sunan Kalijaga, Dewi Rasawulan kemudian dijodohkan dengan Empu Supa, dan kembali ke Tuban bersama-sama dengan diantar oleh Sunan Kalijaga yang tidak lain ialah Raden Said sendiri.
Demikian artikel dari Cerita Gaib - Asal Usul Sunan Kalijaga, Saya tutup sampai disini, dan juga silahkan di ikuti pada Cerita Gaib kami yang lainnya dan tentunya tidak kalah menarik untuk di ikuti.
0 Response to "Cerita Gaib - Asal Usul Sunan Kalijaga"
Posting Komentar